Monday, October 9, 2017

Sinopsis Girls' Generation 1979 Episode 7

Raja Sinopsis – Di bagian akhir Girls' Generation episode 6 kemarin, Jung Hee, ditemani Dong Moon, mengejar Jin ke terminal. Sayangnya, bis yang Jin tumpangi sudah jalan. Mereka berdua mengejar-ngejar bis, tapi laju bis lebih cepat dari langkah kaki mereka.


Klik tautlink diatas untuk membaca episode sebelumnya

Sinopsis Girls' Generation 1979 Episode 7

Sinopsis Girls' Generation 1979 Episode 7

Pada akhirnya, Jung Hee dan Dong Moon berhenti berlari. Mereka tak ingin mengejar bis yang membawa Jin ke Seoul. Karena itu sia-sia saja.

Mereka pulang. Jung Hee heran, Dong Moon tak mengajaknya “makan roti” lagi? Dong Moon menyebutkan ajakan “makan roti” hanyalah strategi buat PDKT ketika dirinya melihat Jung He sebagai wanita. Spontan Jung Hee bertanya apa dirinya sekarang terlihat jadi pria? Dong Moon menggeleng. Yang dimaksudnya, ia tak ingin Jung Hee merasa terganggu dengan keberadaannya.

“Kamu nggak boleh makan dengan seseorang yang mengganggumu. Makanlah dengan seseorang yang kamu sukai,” suruh Dong Moon. Jung Hee mengklarifikasi maksud ucapannya. Ia mengaku sedang emosi saat mengatakan hal itu dan mengajak Dong Moon makan roti manis sebagai teman karib.


Usai pertemuan dengan teman-temannya, Mama bengong di pinggir jalan. Ia mulai bisa memahami affair yang terjadi antara Papa dan Bibi.

Dalam pertemuan, Eun Ja (sebelumnya saya sebut Tukang Salon) melaporkan pandangan matanya melihat Papa dan Bibi. Dimana keduanya saling memandang satu sama lain dengan mesra. Mama sempat terdiam sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak. Ia berpikir ke-lebay-an Eun Ja diakibatkan kebanyakan nonton drama Korea.

Mama mengklarifikasi dengan mengatakan Papa membantu Bibi menyelesaikan urusan dengan ortunya di kampung. Ia berani jamin Papa takkan menyelingkuhinya, mengingat sifat pelitnya jika berurusan dengan duit. Selingkuh pakai duit ya? *abaikan*

Kembali pada Mama yang masih bengong di pinggir jalan. Meski di depan Eun Ja, ia memastikan Papa tidak selingkuh, tapi keyakinannya pudar tatkala ia mengingat kejadian-kejadian yang menjadi benang merah pada affair tersebut. Seperti kebiasaan Bibi yang suka mengelap “guci emas” (baca: pispot) tiap hari, Papa yang setiap hari membawa “guci emas” itu ke dalam kamar, kejadian waktu Papa tampak khawatir pada Bibi yang menjadi kelinci percobaan Jung Hee, juga pertanyaan Jung Hee yang menanyakan keberadaan Papa dan Bibi di Hyangcheon.



Di pabrik, Papa mengingatkan para pekerjanya agar tidak mengeluh jika diminta kerja di Hari Minggu. Soalnya tak lama lagi hari Chuseok tiba. Ia juga mengoceh tentang kompensasi terbaik yang akan diberikannya pada para pekerja, yang takkan didapatkan di tempat lain.

Tak berapa lama kemudian, Mama muncul sembari meminta Papa berhenti mengoceh. Ia berteriak pada para pekerja bahwa dirinya akan memasak daging untuk mereka semua malam ini. Mendengar kata “daging” disebutkan, Papa mempertanyakan maksud Mama. Tapi Mama tak peduli dan menyuruhnya diam, haha.

Ibu Guru Olahraga, yang sekarang saya ketahui bernama Kyo Ryun (setelah 7 episode?), datang ke Apotek Kim. Sepertinya, ia memang naksir Young Choon. Tak lama kemudian, Ae Sook muncul dengan gaya busana trendi. Ibu Guru Kyo Ryun, yang merupakan ibu tiri Ae Sook, menanyakan kenapa Ae Sook mengenakan baju bagus? Sebaliknya, Ae Sook menjawab pertanyaan Ibu Guru Kyo Ryun dengan pertanyaan yang sama juga.


Hae Joo muncul, membuat Ibu Guru Kyo Ryun dan Ae Sook terkejut. Young Choon segera mengusir keduanya dari Apotek dan bersikap sedikit canggung melihat Hae Joo datang. Hae Joo mengaku datang untuk memberikan kimbap buatannya. “Nggak piknik. Kenapa membuat kimbap?” tanya Young Choon, memberikan Hae Joo ide untuk pergi piknik bersama Young Choon. Mereka berdua jadi kikuk. Lebih-lebih waktu melihat Ibu Guru Kyo Ryun dan Ae Sook menatap kesal dari luar Apotek.

Sesuai janjinya tadi pagi, Mama mengajak para pekerja makan daging. Ia meminta Bibi duduk di sebelahnya untuk makan bersama dan bernyanyi. Papa bersikap acuh tak acuh saat itu, berupaya menghilangkan radar pantauan Mama. Bibi menolak, mengaku tak bisa bernyanyi. Dan akhirnya Mama pun bernyanyi dengan nada sumbang yang membuat kuping kita pengar.

Jung Hee menatap bintang-bintang. Benaknya masih terbayang-bayang sosok Jin. Mama datang menghampiri, menanyakan alasan Jung Hee melewatkan makan malam? Ketika Jung Hee menjawab tidak selera makan, ia tahu Jung Hee pasti menginginkan duit jajan. Ia mengeluarkan beberapa lembar dan memberikannya pada Jung Hee.


Jung Hee menanyai alasan Mama minum-minum, apakah ada hal baik? Mama mengiyakan. Kebalikan dari Mama, hari ini, Jung Hee mengaku mengalami hal sedih. Mama kepo. Jung Hee merahasiakannya, dan jadi kepo tentang hal baik yang Mama alami. Mama pun ikut-ikutan merahasiakannya.

Dong Moon mendapat surat dari Jin. Isi suratnya menanyakan kabar Dong Moon dan Jung Hee. Selain itu Jin memberikan nomer telponnya di Seoul. Dong Moon kesal. Bukankah seharusnya orang yang sudah pergi tak perlu bicara lagi?



Sewaktu jam les privat, Dong Moon memberikan surat dari Jin itu kepada Jung Hee. Awalnya Jung Hee tidak mau, mengira surat itu ditulis Dong Moon untuknya. Tapi ketika melihat nama pengirimnya Son Jin di amplop, ia mengambilnya dengan kebingungan. Dong Moon menginformasikan jika di surat itu terdapat nomer telpon Jin, yang bisa dibuang atau disimpan oleh Jung Hee.

Jung Hee tercenung di kamarnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa dengan suratnya. Disimpan? Dibuang? Dimusnahkan? Tidak ada satu pun ide yang bagus baginya. Meski begitu, ia menegaskan diri untuk mengeluarkan Jin dari hatinya.



Mendadak terdengar suara Papa marah-marah karena “guci emasnya” diletakkan di atas rak oleh Mama. Hal itu dilakukan supaya Papa tidak kenc*ng di sana, melainkan di toilet. Mama masuk ke kamar begitu Papa menyuruhnya menurunkannya lagi. Jung Hee melihat pertengkaran itu.

Dari masalah yang terjadi itu, dan juga kata-kata Hae Joo sebelumnya, Jung Hee akhirnya menyadari bahwa dirinya harus berani mencintai seseorang. Apapun risikonya.

Jung Hee masuk lagi ke dalam kamar dan memantapkan diri menemui Jin di Seoul. Ia memberitahukan rencana ini pada Bibi, memintanya mencegah Mama menelpon Eun Ja (teman sekelas Jung Hee). Ia janji akan pulang usai menemui Jin. Bibi sempat menolak, tapi ketika melihat Jung Hee memelas ia menyerah.

Jung Hee naik bis jurusan Seoul. Ia membuka bekal yang diberikan Bibi untuknya. Ada makanan, uang, dan pesan yang memintanya berhati-hati di Seoul. Ia tersenyum.

Jung Hee tiba di Seoul. Sebagai orang dari udik, ia plonga-plongo di Seoul. Ketika ia menabrak seorang nenek, tanpa disadarinya dompetnya diambil pencopet. Di sisi lain, Dong Moon mendapat bocoran dari Bibi mengenai keberadaan Jung Hee.


Usai kehilangan dompetnya, Jung Hee coba menghubungi Jin lewat telpon umum. Dan di Daegu, Dong Moon juga sedang coba menghubungi Jin. Sialnya Jin sedang tidak ada di rumah.

Jung Hee melihat pedagang bakpao. Ia mengelus perutnya, membayangkan betapa enaknya bakpao itu. Mendadak pikirannya teringat pada Dong Moon yang sangat menyukai bakpao. Entah karena lapar atau rindu, ia melihat seorang pelajar tambun sebagai Dong Moon. Ia memanggilnya, “Dong Moon!” Pelajar tambun itu pergi begitu saja.

Malam makin larut, dan Jung Hee masih juga belum mengetahui arah yang akan ditujunya. Ia menengok jam tangannya. Bis terakhir yang mengarah ke Daegu sudah berangkat. Tapi ia tak mau kembali. Pasalnya jika ia kembali, maka semua hal yang sudah terjadi sejauh ini akan sia-sia. Ia kembali memantapkan diri untuk berkeliling mencari rumah Jin.

Dua pemuda berandal menghampirnya, menggodanya untuk mengajak “main”. Beruntung Jin muncul dan mengusir mereka berdua dengan mengatakan jika di depan ada razia rambut gondrong. Keduanya kabur.



Jin menasihati Jung Hee yang datang ke Seoul tanpa bilang-bilang. Jung Hee mengaku hanya ingin mengetahui kebenaran dari kerinduan yang dirasakannya. Apakah benar-benar rasa yang dirasakannya nyata?

Jin bertanya bagaimana Jung Hee akan pulang, mengingat jam malam akan berlaku tidak lama lagi dan bis terakhir ke Daegu sudah berangkat. Jung Hee siap bermalam di kantor polisi, dan mengucapkan salam perpisahan pada Jin.


Di saat bersamaan, Dong Moon kebingungan mencari Jung Hee di Seoul. Setelah tidak bisa menelpon Jin, akhirnya ia menyusul Jung Hee ke Seoul, memastikan Jung Hee baik-baik saja. Sirene tanda jam malam dimulai terdengar meraung. Seseorang mendatanginya. Ia ditangkap.

Sementara itu, Jung Hee juga mendengar sirene jam malam. Ia mendengar langkah kaki petugas yang sedang keliling mendekat arahnya. Jin muncul lagi dan mengajaknya ke rumah Pamannya yang tengah pergi ke Daegu. Di sana, ia membuatkan ramen buat Jung Hee. Yang, entah kenapa, terasa tidak enak di lidah Jung Hee.

Usai makan, Jin pun bercerita jika dirinya akan melanjutkan sekolah di luar negeri supaya nilai-nilainya bisa membaik dan masuk ke Univ. Seoul. Meski begitu, tetap saja, ia merasa minder – merasa diri bak pecundang. Jung Hee ingin menepis pemikiran itu, tapi Jin memotongnya. Ia berterima kasih Jung Hee sudah menyukainya.

Jin pun teringat pada Dong Moon yang telah menghubunginya, menanyakan Jung Hee. Ia menganjurkan Jung Hee untuk menelpon Dong Moon, tapi ketika melihat jam dinding menunjukkan malam sudah larut ia tidak jadi menyarankannya. Dalam hati, Jung Hee agak panik, khawatir Papa-Mama tahu dirinya di Seoul sendirian.



Sementara itu, di Daegu, Mama menanyakan keberadaan Jung Hee pada Bibi – apakah Jung Hee menginap di rumah Eun Ja? Terbata-bata Bibi mengatakan iya. Mama memicingkan matanya, sambil berkata, “Bibi, aku nggak menganggapmu bohong loh.”

Jin menyuruh Jung Hee tidur di kamarnya. Ia sendiri tidur di ruang tamu. Di kamar Jin, Jung Hee menemukan kacamata Jin dan berpikir kacamata itu akan terlihat bagus jika dipakai Dong Moon. Hah, Dong Moon? Ia tersadar telah memikirkan Si Kepala Ikan itu, dan lagi-lagi coba menepisnya. Meski begitu, ia yakin benar Dong Moon sedang mencemaskannya.

Jin mendengar Jung Hee mengoceh sendiri, dan tahu jika Jung Hee belum tidur. Ia menanyikan lagu pengantar tidur buat Jung Hee yang berjudul “Danny”. Irama lagu itu mendayu-dayu.



Oiya, dimana Dong Moon berada? Sekarang Dong Moon berada di kantor polisi. Ia ikut tergaruk razia jam malam, dan bermalam bersama beberapa pemuda lain. Entah saking cintanya atau bodohnya ya, ia masih saja memikirkan Jung Hee.

Jung Hee bertanya-tanya apa dirinya benar-benar menyukai Jin sebagai cinta pertama? Ia sadar Jin-lah yang telah membuatnya nekat berangkat ke Seoul sendiri lantaran kangen banget. Hanya saja, setelah bertemu dengannya, ia heran perasaannya tidak senang, melainkan hampa.

Young Choon bengong sendirian. Tiba-tiba ia tersenyum sendirian bak orang gila. Ia tengah membayangkan untuk mengajak Hae Joo melarikan diri ke tempat jauh dan saling mencintai. Ketika kesadarannya kembali, senyumnya menghilang dan meyakinkan diri untuk menghadapi kenyataan. Ia tidak ingin menghancurkan Hae Joo, karena itu tidak boleh melakukan itu.

Jin mengantar Jung Hee ke terminal, sembari berpesan untuk meningkatkan nilai ujian akhir. Jung Hee mengiyakan, dan sebelum naik ke dalam bis ia menyatakan ketidaksetujuannya atas penilaian Jin terhadap diri sendiri yang menyebut “pecundang”. Ia yakin Jin keren dan berani.

Jung Hee naik ke bis. Begitu menoleh ke bangku belakang, ia menemukan Dong Moon di sana. Kikuk-kikuk. Mereka berdua duduk sebangku. Jung Hee melontarkan pertanyaan, “Dimana kacamatamu? Dan tidur dimana semalam?” Dong Moon mengakui kacamatanya telah hilang dan berbohong jika dirinya tidur di rumah teman. Ia lalu nyinyir tentang salam perpisahan antara Jin-Jung Hee yang terlihat seperti film.

Jung Hee kesal dan menyalahkan Dong Moon yang telah memberikannya alamat Jin. “Karena hatimu terluka. Lebih baik aku yang terluka daripada aku melihatmu terluka,” sahut Dong Moon. Cieh cieh. Omongannya heroik banget.

Dong Moon memberikan bakpao pada Jung Hee. Soalnya Jung Hee masih belum kenyang, padahal sudah sarapan, karena makanan Seoul tidak cocok dengan lidahnya. Ia mengunyah bakpao pemberian Dong Moon, lalu heran karena rasanya jauhhh lebih enak. Entah kenapa makan di dekat Dong Moon membuat segala makanan jadi enak. Aih...

Hae Joo-Young Choon-Eng Choo piknik bersama. Mereka terlihat bahagia, seperti keluarga kecil yang sejahtera.

Jung Hee kembali ke rumah dengan wajah sumringah. Tidak menyadari kekesalan Mamanya yang sudah mengetahui keberadaannya semalam. Ia tak habis pikir bagaimana mungkin Jung Hee tidak takut pergi ke Seoul sendirian? Jung Hee justru menjawab pertanyaan Mama dengan pertanyaan yang makin membuat Mama kesal. “Papa tahu soal ini?” tanyanya.

Pertanyaan Jung Hee itu membuat Mama muntab. Ia menjambak rambut Jung Hee, mempertanyakan bagaimana bisa Jung Hee takut pada Papanya tapi tidak padanya? Lalu menyebutkan Jung Hee beruntung Papa tidak tahu lantaran ada perkabungan semalam. Wajah Jung Hee terlihat senang. Hal itu makin membuat Mama kesal.

Bibi coba mencegah Mama menjambak rambut Jung Hee lagi. Tampaknya ia merasa bersalah juga telah mengizinkan Jung Hee ke Seoul sendirian. Tetap saja Mama menyalahkannya. “Kamu orang dewasa. Bisa-bisanya berkomplot dengan anak kecil untuk menipuku?” tuding Mama, “Tipuan apa lagi yang kamu lakukan kepadaku? Katakan!” Bibi kebingungan.

Mama kembali menjambak rambut Jung Hee lagi, menyuruhnya meminta maaf pada Papa. Bibi dan Bong Soo ikut-ikutan membantu melepas tangan Mama dari rambut Jung Hee. Ketika lepas mereka bertiga terpelanting ke lantai bersama-sama.

Di saat bersamaan, Papa muncul dari luar. Ia meledek Mama bak petarung yang mengalahkan tiga orang. Mama diam saja, tapi tatapan tajamnya diarahkan pada Papa. Alih-alih menjawab ledekan Papa, ia memilih masuk ke kamar tanpa suara.

Papa menanyai Bong Soo tentang kesalahan yang diperbuatnya. Bong Soo menggeleng. Tidak ada. Papa mengalihkan pada Jung Hee, melontarkan pertanyaan yang sama. Bong Soo menjawabkan untuk Jung Hee – bahwa kembarannya itu tak melakukan kesalahan apapun. Sementara Jung Hee sendiri tak menjawab dan memilih masuk kamar tanpa bicara. “Kamu terluka?” tanya Papa. Bong Soo menjawab bahwa dirinya baik-baik saja. Padahal pertanyaan itu ditujukan pada Bibi.

Papa masuk ke kamar, sembari menyebutkan keheranannya tentang emosi Mama yang tak stabil. Apa ada masalah? Dengan mata yang kosong Mama menjawab tidak ada.

Keesokan paginya, Jung Hee cerita pada tiga sahabatnya tentang pengalamannya travelling ke Seoul hanya untuk menemui Jin. Mereka bertiga antusias mendengar cerita tersebut. Bagian yang paling mereka ingat adalah Jung Hee tidur di kamar Jin. Sehingga memicu pertanyaan di benak tiga pemudi itu: apakah Jung Hee dan Jin hanya tidur saja atau ada kejadian lain? Belum pertanyaan itu sempat dijawab Jung Hee, terdengar suara dari belakang meminta mereka semua menyingkir. Itu suara Shim Ae Sook. Mereka berempat menyingkir memberikan jalan pada Ae Sook si preman.

Di depan mereka semua, Gwi Ja sedang menceritakan apa yang dilihatnya kemarin, yaitu: Hae Joo-Young Choon-Eng Choo piknik bareng – terlihat bahagia bersama. Ae Sook menegur Gwi Ja karena sudah diminta tidak cerewet. “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya dari yang kulihat,” sahut Gwi Ja.

Hae Joo muncul. Tiga sahabat Jung Hee dengan polos bertanya apa Hae Joo sudah punya anak? Hae Joo kebingungan, dan makin bingung saat Ae Sook menanyakan apa Hae Joo menyukai Young Choon? Jung Hee menetralkan keadaan dengan mengajak Hae Joo pergi. Ae Sook tak membiarkannya. Ia butuh jawaban Hae Joo sekarang juga.

Ketika Hae Joo mengiyakan, sontak Ae Sook lepas kendali dan memicu perkelahian. Jung Hee coba melerai perkelahian itu. Ibu Guru Kyo Ryun melihat perkelahian itu, kemudian memarahi ketiganya. Ae Sook membela diri dengan menyebutkan Hae Joo tidak berhenti menggoda Young Choon. Itu membuat Ibu Guru Kyo Ryun mendampratnya. Ae Sook sebal, toh Ibu Guru Kyo Ryun yang juga ibu tirinya juga cemburu melihat kedekatan itu. Ibu Guru Kyo Ryun menghampiri Ae Sook dan menyuruhnya diam.

Ibu Guru Kyo Ryun menyuruh mereka bertiga berbalik. Ia menyadari ketiganya memakai tanktop, yang di zaman itu sepertinya tidak diperbolehkan. Mereka bertiga dikenai hukuman mengepel toilet sekolah.

Saat menjalankan hukuman, Ae Sook dan Hae Joo terlihat masih gontok-gontokan. Jung Hee menengahi mereka karena tak ingin terkena hukuman lari keliling lapangan lagi. Hae Joo pun bernyanyi-nyanyi. Jung Hee mengikuti. Mereka berdua berjoget-joget. Ae Sook tersenyum simpul melihat tingkah kedua temannya.

Jung Hee mendapat informasi dari Bong Soo kalau Dong Moon kena skors. Itu karena pihak kepolisian Seoul menelpon sekolah, menyebutkan Dong Moon tertangkap basah melanggar jam malam. Efeknya, Dong Moon tidak bisa mengajar les privat Jung Hee-Bong Soo. Pasalnya Dong Moon harus menulis permintaan maaf sepulang sekolah.

Dong Moon baru saja keluar dari sekolah ketika Jung Hee menemuinya. Jung Hee meminta maaf telah membuat Dong Moon bermalam di kantor polisi. Dong Moon tersenyum, meminta Jung Hee untuk tak merasa bersalah. Biar bagaimanapun, dirinya-lah yang telah memutuskan menyusul Jung Hee ke Seoul.

“Kita harus bertindak agar bisa memahami. Itu yang ayahku katakan,” katanya dengan nada sedih, “Papaku benar. Aku harus melakukan hal bodoh untuk paham bahwa hal yang mustahil memang mustahil.” Apa yang dikatakannya merujuk pada fakta bahwa dirinya tak bisa merengkuh cinta Jung Hee. Dikejar seperti apapun, ia tak bisa menggeser Jin dari hati Jung Hee. Ia meninggalkan Jung Hee yang merasa bersalah.

Seorang pelanggan menggunjingkan hubungan Young Choon dan Hae Joo kepada pemilik apotek. Young Choon muncul dari dalam, lalu menampik semua gosip itu. Ia menegaskan Hae Joo takkan sudi menaruh hati padanya. Di saat bersamaan Hae Joo muncul. Young Choon mengajaknya keluar.

Young Choon menyuruh Hae Joo menjauhinya. Karena ia akan pergi ke Busan. Ada lowongan pekerjaan di sana. Hae Joo mengerti Young Choon melakukan itu akibat gunjingan orang-orang di sekitar mereka. Ia meminta Young Choon mengacuhkan semua itu dan fokus padanya. Entah kenapa Young Choon tak bisa. Ia bahkan tega mengatakan bahwa dirinya sudah tidak tertarik lagi pada Hae Joo.

Jung Hee kembali terbayang-bayangi wajah Dong Moon. Tampaknya strategi Dong Moon berhasil. Sikapnya yang mendadak dingin meninggalkan kesan di benak Jung Hee.

Hae Joo tak percaya Young Choon sudah tak tertarik lagi padanya. Sehari sebelumnya, Young Choon bersikap hangat padanya.

Di sisi lain, anak buah Papanya Jin menangkap Young Choon di rumahnya. Young Choon diseret paksa masuk ke dalam mobil. Eng Choo hanya bisa menangis ketakutan melihat Kakaknya dibawa pergi. Dan Hae Joo yang masih ada di depan apotek mencoba menahan Young Choon. Sayangnya itu sia-sia. Young Choon digelandang ke kantor polisi.

Besoknya, Hae Joo tak masuk kelas. Jung Hee heran. Tidak biasa Hae Joo tak sekolah tanpa kabar. Sepulangnya sekolah, ia menyempatkan diri ke rumah Hae Joo. Tetap tak ada siapapun di sana. Bahkan, ditelpon ke rumah pun, Hae Joo tetap tak mengangkatnya. Apa yang terjadi pada Hae Joo?

Jung Hee menoleh ke arah Bong Soo, menanyakan apakah Dong Moon masih kena skorsing? Bong Soo mengiyakan.

Hujan turun dengan deras waktu Dong Moon pulang dari sekolah. Entah kenapa ia kok hujan-hujanan terus dari kemarin ya? Jung Hee muncul, membawakan hujan. Dong Moon heran Jung Hee mendatanginya, padahal ia sudah melarangnya. “Mana bisa aku tidak datang? Temanku berjalan menembus hujan,” timpal Jung Hee.

“Teman?” tanya Dong Moon dengan alis terangkat sebelah. Ia menegaskan tidak ingin berteman dengan Jung Hee sekarang. Jung Hee mengaku ingin membalas kebaikan Dong Moon waktu itu, yang meminjaminya payung. Dong Moon menolak dan berjalan meninggalkan Jung Hee. Sontak Jung Hee membuang payungnya dan berjalan mendahului Dong Moon.

Dong Moon menangkap tangannya, mengingatkan bahayanya kena air hujan. “Jangan pedulikan aku!” sahut Jung Hee, “Entah aku basah atau flu, apa pedulimu? Kamu bilang kita bukan teman.”

Ikuti tautlink berikut untuk sinopsis drama korea lainnya

Drama Korea Girls' Generation 1979 Sinopsis Episode 8

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sinopsis Girls' Generation 1979 Episode 7

0 komentar:

Post a Comment