Selanjutnya baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 179.
Episode sebelumnya, Ratu Ruqaiya memerintahkan Hoshiyar untuk memanggil Ratu Jodha. Dia hendak mengkonfrontasi langsung Ratu Jodha. Apa yang akan dilakukannya?
Sinopsis 'Jodha Akbar' Episode 180

Ratu Jodha bertanya-tanya pada diri sendiri, ketika Hoshiyar memberitahunya dipanggil Ratu Ruqaiya, kenapa sang ratu kepala memanggilnya? Dia menanyakan hal itu pada Ratu Ruqaiya setelah bertemu.
“Ratu Jodha, PM Maham berpikir bila tak butuh waktu lama lagi bagimu untuk menjadi kepala harem ini,” jawab Ratu Ruqaiya. Ratu Jodha dan PM Maham saling berpandangan. Ratu Ruqaiya melanjutkan, “Baiklah, kuserahkan kepemimpinan harem kepadamu, aku lelah melakukannya. Mulai detik ini, harem akan menjadi tanggungjawabmu.” Ratu Ruqaiya kemudian melemparkan kotak peralatan harem ke hadapan Ratu Jodha.
Merasa dilimpahi tanggungjawab besar tanpa komando langsung Raja Jalal, membuat Ratu Jodha bertanya balik apa yang sebenarnya terjadi? “Seperti yang kamu dengar, Ratu Jodha,” ucap Ratu Ruqaiya, “Kurasa kamu memiliki semuanya – kecerdasan, kemampuan berpolitik, dan berdiskusi dengan Baginda bahkan memberinya beberapa nasihat. Bila bisa menangani banyak hal kenapa kamu tidak mengurusi harem sekalian?”
“Anda salah paham, Ratu Ruqaiya, saya sama sekali tak ingin mengurus harem.” Setelah mengatakan itu, Ratu Jodha undur diri. Tapi, Ratu Ruqaiya masih belum melepaskannya. Dia bertanya apa sulitnya mengurus harem? Toh, Ratu Jodha bisa bermain catur manusia dengan Raja Jalal, di mana melakukan langkah per langkah adalah sesuatu hal yang bagus. Itu merupakan awal yang bagus untuk melakukannya.”



“Tetap saja, saya akan menemui kesulitan. Saya tak mengenal orang-orang di harem, tak tahu kebutuhan, cara berpikir, dan adat-istiadat mereka,” sahut Ratu Jodha, “Anda adalah orang yang tepat untuk melakukannya. Karenanya, Baginda Jalal memberikan kepercayaan itu pada Anda. Harem adalah tugas Anda, milik Anda. Saya tak mau dan tak berkeinginan mengurusnya. Saya minta maaf tak bisa menerima permintaan Anda.” Selanjutnya, Ratu Jodha pergi.
“Lihat, PM Maham, aku telah memanggil Ratu Jodha dan menantangnya langsung. Anda bisa melihat di mana aku berdiri dan di mana dia berdiri. Dia takut mengurusi harem dan mengakui kemampuan apa yang kumiliki. Kini, apa yang mau Anda katakan?”


Entah untuk mempercepat atau sesungguhnya, PM Maham menjawab sepakat dengan apa yang dikatakan Ratu Jodha bahwa Ratu Ruqaiya adalah orang yang tepat untuk mengurusi harem. Dia pun pergi. Seperginya, PM Maham, Ratu Ruqaiya mendengus pada dirinya sendiri bahwa memang hanya dia satu-satunya orang yang mampu mengurus harem dan berhak atas diri Raja Jalal.
Raja Bharmal sedang berada di tendanya bersama beberapa pangeran dan menteri. Khangar Singh datang untuk memberikan laporan kondisi perang hari ini, bahwa perang akan segera rampung, karena pasukan Raja Bharmal telah mematahkan serangan yang berasal dari arah Barat. Karena itu, pengumuman untuk membuat berita kemenangan harus segera dirilis. Meski begitu, Khangar Singh merasa curiga kemenangan yang mereka dapat sangat cepat. Dia memperkirakan akan ada serangan lebih besar, yang diharapkannya bukanlah sebuah perangkap.



Seorang informan datang dan melaporkan bahwa Sujamal membawa 5000 pasukan Jodhpur untuk menyerang Mewat. Sontak marahlah Bharmal. Dia memekik, "Dasar pengkhianat! Aku paham, kemenangan yang kita raih hanyalah kemenangan untuk mengalihkan perhatian kita dari Mewat!" Kemudian, dia memerintahkan untuk memberi pesan kepada Raja Jalal bahwa mereka tak ada hubungannya dengan serangan yang dilancarkan Sujamal ke arahnya. Namun, Khangar Singh merasa bahwa hal itu belum perlu mereka lakukan. Langkah pertama yang harus mereka tempuh adalah menangani serangan Sujamal ke Mewat dulu. Raja Bharmal setuju usulan tersebut dan memerintahkan Khangar Singh menuju ke Mewat untuk menghalau serangan Sujamal.


Sementara itu, di Kerajaan Agra Rahim tengah mengajari Ratu Jodha Bahasa Urdu. Ketika diajari, kadang-kadang Ratu Jodha mengernyitkan dahinya, mencoba memahami apa yang dikatakan Rahim. Hal ini membuat Rahim terpaksa harus mengulangi pelajarannya. Dengan galak, Rahim mengatakan supaya Ratu Jodha memerhatikannya ketika diberi pengajaran.
“Eh, kalau menjadi Guru, tidak boleh galak-galak,” pinta Ratu Jodha.
“Bila Gurunya tidak galak, maka muridnya takkan mengerti!” Jawaban Rahim membuat Ratu Jodha tersenyum. Rahim memilih tempat dan duduk di sisi Ratu Jodha.
Raja Jalal tengah berjalan-jalan bersama para menteri ketika melihat Ratu Jodha dan Rahim duduk-duduk di taman. Sang raja Agra meminta para menteri untuk pergi lebih dulu, kemudian segera menghampiri Ratu Jodha dan Rahim.


Saat itu, Rahim tengah mengatakan pada Ratu Jodha bahwa kelas sudah berakhir dan tiba waktunya bercerita. Dia minta diceritakan cerita Dewa Krishna. “Baiklah,” sahut Ratu Jodha sambil mendekatkan tubuh Rahim padanya, “Akan kuceritakan cerita Bukit Gowardhan.” Dia pun mulai bercerita cas-cis-cus, kemudian dia menghentikan ceritanya ketika melihat Raja Jalal datang. Mereka saling bertukar salam, begitu pula dengan Rahim ikut memberikan salam.
Raja Jalal bertanya apa yang Rahim ajarkan kepada Ratu Jodha? Rahim menjawab bila dirinya mengajari Ratu Jodha Bahasa Urdu – bahasa persatuan Mughal. Raja Jalal bersungut-sungut mengerti dan bertanya apa imbalannya yang diberikan Ratu Jodha kepada Rahim yang telah mengajarkannya Bahasa Urdu? Terus seberapa pintar muridmu?
Rahim menjawab, “Beliau akan memberikan cerita-cerita istimewa pada saya, Baginda. Sebagai murid, Ratu Khas Anda sangatlah berbakat.”
Mendengar disebut sebagai ratu khas (istimewa), Ratu Jodha menegurnya dan memintanya tidak mengatakan itu. Rahim menjelaskan bila orang yang mengatakan padanya bahwa Ratu Jodha adalah ratu khas adalah Ibunya, Ratu Salima. Tapi, dia tetap tidak apa-apa bila Ratu Jodha tidak ingin dipanggil ratu khas. Setelah mengatakan itu, Rahim merapikan alat belajar dan beranjak pergi. “Mau kemana kamu?” tanya Ratu Jodha.
Rahim menyahut akan kembali ke tempat Ibunya, karena jika sampai terlambat maka telinganya harus siap-siap dijewer. Dia pun mengucapkan salam, dan pergi, setelah meminta Ratu Jodha berjanji akan menceritakan cerita yang belum tuntas besok. Ratu Jodha mengangguk-angguk.


Raja Jalal kemudian menggoda Ratu Jodha dengan sebutan ratu khas, membuat Ratu Jodha agak tersipu. Dia kemudian memuji bakat Ratu Jodha yang bisa membuat anak kecil senang. “Ah, kenapa Anda selalu membicarakan bakat saya, Paduka?”
“Aku tak punya pilihan lain. Kamu memiliki banyak bakat, jadi mana mungkin tidak membicarakan bakatnya. Aku juga yakin jika orang-orang akan memuji bakat yang kamu miliki. Karena itulah, mereka akan berpikir bahwa kamu itu spesial atau istimewa, Ratu Jodha.”
“Silakan jika Anda berniat memuji saya, tapi katakan yang sejujurnya bila sedang mengolok-oloknya,” sahut Ratu Jodha cepat.
Raja Jalal mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak meledek Ratu Jodha. Baginya Ratu Jodha tetap istimewa – bisa memanah, main pedang, bernyanyi, mencuri peluru sebuah senjata. “Jangan menggoda saya, Baginda,” ucap Ratu Jodha lagi.
Namun, Raja Jalal menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak sedang menggoda atau pun meledek Ratu Jodha. “Bagaimana bisa aku meledek Ratu Khas Rajvanshi yang menyelamatkan nyawaku dari tangan wanita beracun?” tanya Raja Jalal, “Oiya, aku senang bagaimana kamu terlihat sangat menghargai Rahim dan perasaannya.” Ratu Jodha sih menjawab bahwa dirinya memang suka dengan hal-hal baru, terutama bahasa lain, karena itu kerap bertanya pada Rahim yang menganggapnya sebuah permainan.
Raja Jalal kemudian menyandingkan Ratu Jodha dengan Ratu Salima dalam hal keistimewaan, meskipun kadang-kadang Ratu Jodha lebih pantas dan layak diistimewakan (kemana Ratu Ruqaiya, yang kerap merasa dirinya istimewa?). Terlebih Ratu Jodha menyelamatkannya. Mendengar opini sang suami, Ratu Jodha buru-buru menetralisir dengan mengatakan bahwa dirinya menyelamatkan Raja Jalal demi gelar istimewa. “Itu karena...” Ratu Jodha menghentikan ucapannya.
“Ya, satu lagi bakatmu. Membuat orang penasaran...” sambung Raja Jalal penasaran. Pun demikian, dia memandangi Ratu Jodha untuk meminta jawaban.
Ratu Jodha pun langsung memiliki jawaban cerdas, “Karena Anda adalah suami saya, dan sudah tugas saya menyelamatkan Anda.” Jawaban itu membuat Raja Jalal tertawa-tawa. “Jangan meledek saya,” pinta Ratu Jodha.
“Oke, katakanlah aku meledekmu, tapi kamu senang kan aku ada di sini, bicara padamu?” Ratu Jodha tersipu-sipu. Raja Jalal pun berlalu.


Bersama beberapa orang, Sharifudin berkuda ke dalam hutan. Sebelum masuk ke dalam hutan, dia menyisir sekeliling sejauh matanya memandang – berharap menemukan seseorang yang dicarinya. Dia lantas turun dari kudanya, mengeluarkan pedangnya, dan meminta prajurit menunggu. Sementara dia akan masuk ke dalam hutan.


Ketika melihat sebuah gubuk reyot, Sharifudin mendekatinya. Begitu dibuka, dia menemukan seseorang membukanya dan memintanya masuk. Di bale-bale, seorang pria tidur miring memunggunginya dan mengatakan, “Masuklah, Sharifudin, jangan kamu takut!” Begitu pria itu membalikkan tubuh, Sharifudin menemukan wajah yang sangat dikenalnya. Sebuah wajah yang dimiliki Abu Mali.

Seorang pelayan tengah membersihkan kaki Ratu Ruqaiya di kamar. Dia mendengus mengatakan takkan memberikan kesempatan kedua kepada Ratu Jodha agar bisa bersama-sama Raja Jalal lagi. “Aku akan bersama Baginda!” desisnya.
Hoshiyar menyambung mendukung kata-kata Ratu Ruqaiya. “Tentu saja, Yang Mulia Ratu. Itu memang hak Anda.”


Beberapa lama kemudian, PM Maham datang, membawakan Ratu Ruqaiya hadiah berupa gaun yang terbuat dari kain sutera. Dia tahu jika sang ratu kepala sangat menyukai pakaian yang terbuat dari sutera. Dia juga mengatakan akan sangat berbahagia bila Ratu Ruqaiya sudi mengenakan hadiahnya ketika bertemu dengan Raja Jalal.
“Ah, Baginda, akan menyukai apapun yang kukenakan!” sahut Ratu Ruqaiya sesumbar. Tapi, dia tetap mengucapkan terima kasih atas pemberian hadiah itu kepada PM Maham dan meminta Hoshiyar untuk menyimpannya.
“Saya melihat sepertinya Anda sedang berbahagia, Ratu Ruqaiya, ada apa?” tanya PM Maham kepo. Ratu Ruqaiya menyahut bahwa dirinya akan naik perahu bersama Raja Jalal, walaupun belum meminta kepada Raja Jalal mengenai ini. Dia segera memanggil pelayan untuk memberitahu Raja Jalal mengenai idenya ini. Setelahnya, pelayan segera pergi, begitu pula dengan PM Maham yang juga pamitan untuk mengikuti pelayan itu.


Sharifudin ada di sebuah gubuk reyot Abu Mali. Melihat kondisi mantan rekannya yang mengenaskan, Sharifudin mengejeknya, “Abu Mali, calon penguasa India, tinggal di gubuk reyot?!” Wajah Abu Mali berubah bete ketika Sharifudin meledeknya. Dia mengatakan akan membuatkan batu nisan di samping gubuk reyot ini jika Sharifudin tidak segera diam.
“Kenapa kamu marah Abu Mali?” tanya Sharifudin, “Kita kan memiliki tujuan yang sama. Apa yang akan terjadi bila kita bertengkar di sini? Kini aku bebas, perintahkan apapun padaku, akan kulaksanakan semua itu!”
Abu Mali menggeleng, sebagai bentuk penolakan. Dia enggan bekerja sama lagi dengan Sharifudin, karena telah membocorkan rencana rahasia sempurnanya untuk membunuh Benazir pada Ratu Jodha. Namun, tentu saja Sharifudin berbohong dan mengatakan bahwa kebocoran informasi itu bukan melalui mulutnya. “Lagipula, bila aku ingin mencelakaimu, kenapa pula aku menemuimu?”
“Kenapa kamu menemuiku? Bukankah kamu itu pelayannya Raja Jalal?”

Sharifudin menegaskan bahwa dirinya bukanlah pelayan Raja Jalal dan memastikan ingin membantu Abu Mali mewujudkan semua keinginannya merebut takhta Kerajaan Agra. Abu Mali manggut-manggut dan menegaskan bahwa dirinya akan merebut takhta dan membunuh Ratu Jodha. Pernyataan terakhir itu membuat Sharifudin membeku. Dia bertanya, “Apa keuntunganmu membunuh Ratu Jodha?”
Dia menambahkan, “Mari kita buat kesepakatan. Aku akan membantumu membunuh Raja Jalal, tapi jangan bunuh Ratu Jodha dan para ratu lainnya.”
“Setuju!” sahut Abu Mali. Kedua orang bertubuh besar itu berpelukan sebagai tanda sepakat.


Duduk di singgasananya, Raja Jalal kaget begitu menerima laporan bahwa dua desa di wilayah kerajaannya diserang kawanan perampok. Dia pun meminta pertanggungjawaban Adham Khan, yang sebelumnya telah dipercayai untuk menghentikan aksi perampokan. “Kenapa masih ada perampok menyerang desa di wilayah kerajaanku? Apa kamu tidak mengerjakan tugas yang kuberikan padamu, Adham Khan?” tanyanya.
Tentu saja, Adham Khan menyanggahnya dengan mengatakan bahwa dirinya telah berusaha sekuat tenaga melaksanakan tugas yang diberikan Raja Jalal untuk melindungi rakyat dari kawanan perampok. “Tapi...” belum kata-katanya tersambung sempurna. Raja Jalal menuding Adham Khan dengan telunjuknya dan menatapnya kecewa.
Setelah itu, Raja Jalal meminta Tuan Atgah untuk menyerahkan tanggung jawab Adham Khan kepada Pir Muhammad. Dia mengatakan mulai saat ini dan seterusnya, Pir Muhammad akan memimpin Malwa, terlebih setelah ada informasi yang mengatakan bahwa Baz Bahadur akan segera menyerang Malwa kembali. Dia yakin Pir Muhammad akan bekerja lebih taktis dibandingkan Adham Khan.
“Oiya, apa ada kabar dari Melwat Tuan Atgah?” tanya Raja Jalal. Tuan Atgah Khan menggeleng dan mengatakan bahwa informan mereka belum datang. “Segera beritahu aku begitu laporan disampaikan,” pungkas Raja Jalal.
Raja Jalal kemudian melihat Adham Khan kecewa dengan keputusannya mengirim Pir Muhammad ke Malwa. Saat itu, di hati Adham Khan menggumpal dendam membara.
Selanjutnya baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 181.
0 komentar:
Post a Comment