Monday, December 22, 2014

Sinopsis 'Jodha Akbar' Episode 155

Baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 154.

Sinopsis 'Jodha Akbar' episode 155
Sinopsis 'Jodha Akbar' episode 155

Raja Jalal menghampiri Mirza Hakim yang segera berangkat ke medan laga. Ia minta izin untuk membantu Mirza bersiap dengan mengenakan pakaian tempurnya. Setelah selesai, ia berkata, “Aku harap kau menghancurkan musuh-musuhmu dan mereka takkan mampu menghentikanmu. Aku juga ingin kau membawakanku kepala pengkhianat itu!” Mirza menyahut bahwa dirinya juga mengharapkan hal yang sama dan akan melakukan apa yang dititahkan padanya.

“Baginda, aku tidak menanyakan ini sebagai pemimpin pasukan. Aku bertanya sebagai adikmu,” ucap Mirza melihat kegundahan di wajah Raja Jalal, “Apa yang salah denganmu? Apa yang begitu mengganggu dirimu?” Raja Jalal membalikkan tubuh, menghindari tatapan Mirza Hakim, dan mengaku tidak mengerti dengan maksud pertanyaan itu. “Aku akan pergi ke medan perang. Jadi, aku akan melupakan penderitaan cinta yang kurasakan. Pertanyaannya kenapa kau berperang? Cinta siapa yang hendak kau lupakan?” jelas Mirza Hakim.

Raja Jalal bertanya bagaimana adiknya tahu itu? Mirza Hakim mengungkapkan dari ekspresi Raja Jalal sendiri. “Aku memang tidak menemuimu beberapa tahun, tapi aku tahu persis kapan kau akan menyatakan perang dengan ekspresi wajah penuh kebanggaan, bukannya ekspresi kemarahan seperti sekarang,” perjelas Mirza.

Namun, hal itu justru membuat Raja Jalal naik pitam. “Segeralah menuju medan perang, Mirza!” ucap Raja Jalal. Mirza mengiyakan dan menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa dirinya akan kembali dengan membawa kemenangan. Namun, ia hanya bertanya-tanya apa yang terjadi dengan kakaknya? Cinta siapa yang ingin dimenangkan? Karena, biarpun dirinya akan membawa kemenangan tetap saja hati Raja Jalal takkan tenang, kecuali telah berhasil memenangkan hati orang yang dicintainya. “Katakanlah kepadaku, hati dan cinta siapa yang ingin kau menangkan?”

Raja Jalal memunggungi Mirza Hakim ketika mengeluarkan emosinya, memerintahkannya segera pergi ke medan perang. “Cinta dan hati hanya untuk orang yang berperasaan, sedangkan aku bukanlah orang yang berperasaan. Pergilah dan jangan kembali sebelum membawakan kemenangan untukku.” Setelah Raja Jalal pergi, Mirza Hakim bertanya-tanya sebenarnya kalimat terakhir itu ditujukan untuk dirinya atau Raja Jalal sendiri?

***

Adham Khan menancapkan belatinya ke meja dan mengungkapkan kekesalannya. “Jalal bahkan tidak menatapku,” katanya kesal, “Akulah orang yang memenangkan Malwa untuknya. Jika saja aku yang dikirim, akan kumenangkan perang melawan Patans dari Chadheri itu dan memperluas Kerajaan Mughal. Tapi, ia justru mengirim bocah ingusan itu, bocah yang sedang patah hati itu. Bisa apa dia? Aku jamin ia takkan bisa membunuh siapapun!”

Sementara itu, ibunya, PM Maham, yang sedari tadi hanya duduk dan menatap kemarahan putranya, angkat suara, “Kau salah Adham Khan. Seekor singa terluka akan menjadi sangat tidak terkendali di medan perang.” Kemudian, ia meminta Adham Khan mempelajari banyak hal dari Raja Jalal. Biar bagaimanapun, kualitas Raja Jalal jauh melebihi Adham Khan. Ia melontarkan alasan kenapa Raja Jalal mengirim Mirza Hakim ke medan laga, yaitu melupakan kasih tak sampai yang dirasakannya. “Dengan Maan Singh dan Ghulam Khan di sisinya, sudah bisa dipastikan bahwa Mirza Hakim akan menang. Hal ini akan meningkatkan moralnya. Duka cita yang dirasakannya akan berganti menjadi suka cita,” jelas PM Maham. Ia mengatakan Raja Jalal sama sekali tidak melupakan apa yang telah dilakukan Adham Khan, hanya saja belum diketahui secara pasti kapan Raja Jalal akan memanfaatkan Adham Khan.

***

Di jalan, Raja Jalal teringat pertanyaan Mirza Hakim tentang cinta siapa yang ingin dimenangkannya? Ratu Jodha sedang berdoa di kuil, dan Raja Jalal berhenti menatapnya dari belakang. Seorang pelayang bertanya, “Baginda, apakah harus kuberitahu Ratu Jodha bahwa Anda sedang di sini?” Raja Jalal menjawab tidak mau, tapi ia memerintahkan pelayan untuk memberitahu Ratu Ruqaiya bahwa dirinya sedang ingin bersamanya.

Pelayan segera pergi dan Raja Jalal meneruskan perjalalannya. Kembali Raja Jalal tercenung jika dirinya memang tidak marah kenapa ada kemarahan di dalam hatinya? Lamunan Raja Jalal buyar saat Athghah Khan menyapanya, “Baginda, memanggil saya?” Raja Jalal mengiyakan dan menjelaskan bahwa apa yang ingin disampaikannya adalah dirinya telah mengesampingkan Adham Khan dalam peperangan ini dan lebih memilih Mirza Hakim sebagai pemimpinnya. “Aku tahu banyak orang tidak menyukai keputusanku itu,” ucap Raja Jalal, “Tapi yang ingin kuberitahu adalah aku mengirim Mirza Hakim lantaran aku ingin ia melupakan semua yang telah terjadi.”

Athgah Khan menilai tidak ada yang salah dengan pemikiran dan keputusan Raja Jalal mengenai hal itu. Ia berpendapat Mirza Hakim merupakan tentara Mughal yang tangguh dalam latihan perang. Karena itu, ia layak diuji-cobakan dalam perang yang sesungguhnya. Nanti kita akan melihat sejauh apa ketangguhannya itu. Raja Jalal mengucapkan terima kasih atas pengertian Athgah Khan, yang kemudian berniat undur diri, tapi Raja Jalal menahannya. “Aku ingin kau melakukan sesuatu lagi untukku,” kata Raja Jalal, “Aku ingin mengirim Adham Khan untuk mengatasi pemberontakan di Baz Bahadur.” Athgah Khan bertanya apa ada lagi yang ingin diperintahkan untuknya? Raja Jalal menjawab ada, dan untuk tugas kedua ini, ia minta Athgah Khan mengingatnya baik-baik. Lalu, mereka bicara tanpa diperdengarkan isi pembicaraannya. “Baiklah, sudah waktunya,” ucap Raja Jalal, kemudian pergi meninggalkan Athgah Khan.

***

Ratu Jodha mengungkapkan kebingungannya kepada Moti. Di satu sisi, ia berniat mengatakan semua yang diceritakan Sharifuddin kepadanya tapi Raja Jalal terlihat sibuk dan marah padanya. Di sisi lain, ia belum punya bukti apakah pelayan yang dimaksud Sharifuddin itu benar-benar Benazir atau bukan?

Belum berbicara lebih lanjut, Rahim datang dan memberikan teka-teki untuk Ratu Jodha. Dengan nada riang, Rahim bertanya, “Apa Ibu Jodha mau menebak teka-tekiku?” Ratu Jodha tersenyum dan mengangguk setuju. Rahim meminta Ratu Jodha mendengarkan baik-baik.

“Tuhan adalah penyelamatku. Dia adalah mesiasku. Aku berlutut di hadapannya,” kata Rahim menyebutkan teka-tekinya, “Tebak apa yang ada di dalam teka-tekiku itu?” Ratu Jodha mengaku akan segera menjawabnya. Ia menuliskan semua kata-kata yang dikatakan Rahim. Bosan dengan kelambanan Ratu Jodha, Rahim menyebutkan bahwa tebakannya berada di depan kalimat yang dikatakannya. “R, AH, dan IM, jadi disebut Rahim,” sebut Rahim, kemudian pergi lagi meninggalkan Ratu Jodha yang dianggapnya kalah.

Ratu Jodha berkomentar jika masa anak-anak adalah masa paling menyenangkan. Bermain sepanjang waktu, tanpa khawatir akan apapun. “Terakhir kali, ketika Mirza Hakim sedang bicara padaku tentang surat Benazir, Rahim itu sedang...” Ratu Jodha menghentikan ucapannya. Ia mendadak teringat ucapan Mirza padanya dan menuliskan kembali apa yang telah Mirza Hakim sebutkan dalam surat Benazir padanya. Setelah mengikuti permainan tebak kata seperti dilakukan Rahim, Ratu Jodha baru menemukan rahasia tersembunyi di balik surat Benazir, yaitu: “Tugas belum selesai!”

Berdasarkan rahasia itu, Ratu Jodha menduga bahwa Benazir telah datang diutus oleh Abul Mali. Tujuannya jelas bukan untuk melakukan kerjasama, melainkan untuk membunuh Raja Jalal! Ia menegaskan, “Moti, demi Tuhan aku takkan melepaskannya!”

***

Zakira masih menemani Benazir yang terlihat kelojotan, ketika Ratu Jodha datang ke kamarnya. Ratu Jodha bertanya apa kabar Benazir? “Kalau Anda menanyakan kondisi kesehatan, saya jawab saya berada dalam kondisi tidak sehat,” jawab Benazir terbata-bata. Ratu Jodha tersenyum dan bertanya, “Lalu bagaimana dengan tugasmu, apakah sudah selesai belum?” Entah tidak ngeh atau sengaja membelokkan jawaban, Benazir mengatakan bahwa ia tidak sedang dalam merampungkan tugas apapun, karena kesehatannya sedang drop. Lagipula, ia memiliki banyak pelayan yang bisa membantu tugas-tugasnya.

“Bukan, Benazir. Yang kumaksud tugas yang diberikan padamu – alasan kau dikirim ke Mughal,” kata Ratu Jodha memperjelas pertanyaannya, “Kau kan sudah menulis pesan melalui surat yang kau kirim untuk ibumu.” Pertanyaan Ratu Jodha mendapat perhatian dari Benazir dan Zakira. Ratu Jodha belum berhenti dan terus mencerca Benazir dengan kata-kata. “Bukankah kau yang telah menulis bahwa 'Tugas belum selesai'?”

Benazir hendak bangkit, tapi kondisi yang belum sehat membuatnya terjatuh. Zakira buru-buru memapahnya, sehingga Benazir tidak terhuyung-huyung lagi. “Aku mendekati Baginda Jalal untuk memberinya penghiburan,” sahut Benazir, yang tentu saja bohong, “Soal surat yang kutulis untuk ibu, aku tak perlu menjelaskannya.” Ratu Jodha dengan tenang mengatakan bahwa Benazir boleh tidak menjelaskan padanya, tapi ia minta Benazir menjelaskannya pada Raja Jalal.

Dalam kondisi masih lemah, Benazir mempersilakan Ratu Jodha untuk menanyakannya langsung pada Raja Jalal. Toh, surat itu sudah dikirimkan Raja Jalal setelah mengkonfirmasi langsung padanya dulu. Giliran Ratu Jodha yang tersentak. Benazir bertanya, “Anda adalah ratu dan saya hanyalah pelayan, tapi kenapa Anda selalu mencoba mengganggu saya?” Ia minta izin untuk tetirah sejenak, sebab kondisinya benar-benar tidak sehat. Pada akhirnya, Ratu Jodha tidak bisa berkata apa-apa dan memilih pergi dari sana. Setelah Ratu Jodha pergi, baik Benazir maupun Zakira mendengar suara ramai-ramai di luar. Zakira keluar dari kamar untuk mencari tahu apa yang terjadi.

Ketika Ratu Jodha baru saja keluar dari dalam kamar Benazir, masuklah iring-iringan pasukan Mughal yang merantai seorang pria (dia adalah Abul Mali). Di belakang pasukan ini, dengan menaiki kuda, ada Athgah Khan dan seorang pembesar Mughal. Athgah menjelaskan jika Abul Mali merasa bisa sembunyi dari mata-mata Mughal dengan ngumpet di Agra. Ia menilai itu merupakan peremeh-temehan yang dilakukan Abul Mali. Saat itu, Ratu Jodha mendengarnya dari tempat tertentu dan mengatakan kepada Moti yang baru datang, “Moti, lihatlah. Ia adalah Abul Mali? Orang yang diceritakan Sharifuddin kepadaku.”

Moti menjawab jika dirinya telah mendengar jika Abul Mali adalah adik ipar dari Baginda Jalal. “Kasihan Baginda, musuhnya berasal dari keluarganya sendiri.” Ratu Jodha berkomentar jika wajah Abul Mali sama sekali terlihat tidak ada penyesalan.

***

Raja Jalal segera menyambut kedatangan Abul Mali yang menatao tajam dirinya. “Aku selalu memaafkanmu karena kau adik iparku,” ucap Raja Jalal sambil tersenyum meremehkan, “Kau kira aku begitu lemah, sehingga tidak bisa menangkapmu? Kau pikir bisa tinggal di Mughal dan melakukan konspirasi besar melawanku, tapi aku tidak tahu apa-apa soal itu?”

“Begitu kau menjejakkan kaki di Mughal, aku tahu segala sesuatu tentang dirimu termasuk tempat tinggalmu dan apa yang akan kau lakukan. Aku selalu mengawasimu, karena itu aku bisa menangkapmu hidup-hidup. Kau kira mudah menghancurkan Mughal seorang diri? Ketika kau putuskan untuk kabur, kurasa itu saatnya bagiku untuk bicara denganmu!”

Abul Mali tak melakukan dan mengatakan apa-apa, selain memandangi Raja Jalal dengan penuh dendam. Raja Jalal menitahkan anak buahnya untuk membawa Abul Mali ke persidangan khusus.

***

Zakira masuk kembali ke kamar Benazir dan menginformasikan bahwa Abul Mali telah ditangkap pasukan Mughal. Benazir makin panik dan bertanya, ““Apa yang harus kita lakukan, Zakira?”

***

Abul Mali masuk ke ke ruang pengadilan khusus, dimana sudah hadir beberapa orang seperti Ibu Suri Hamida, Ratu Jodha, Ratu Ruqaiya, PM Maham, dll. “Apa kau mengira aku akan membiarkanmu membuat konspirasi di dalam wilayahku?” tanya Raja Jalal, “Kau telah kabur dari medan laga di Kabul. Kini, kau berniat menyerangku diam-diam, tapi aku mengetahui apa yang terjadi di sekitaranku. Sekarang katakanlah siapa mata-matamu yang kau kirim ke sini?!”

Abul Mali menantang, “Jika Anda telah berhasil menangkapku, maka aku tantang Anda untuk menangkap mata-mataku juga.”

Raja Jalal berdiri dan mendekati Abul Mali dan bertanya, “Kau tidak takut mati rupanya?” Sambil menatap tajam Raja Jalal, Abul Mali menjawab bahwa ia adalah orang yang tak mempedulikan nyawa sendiri. Karena itu, ia tak takut mati juga dan sudah siap mendapatkannya. Raja Jalal menjawab bahwa ia akan memastikan kematian bagi Abul Mali. Ia memerintahkan prajurit untuk menyeret Abul Mali ke dalam penjara dan perintah untuk membunuh semua orang yang mencoba menemuinya. “Sebagaimana yang kukatakan tadi, aku juga akan menangkap mata-matamu itu. Orang-orang sudah memberiku peringatan tentang bahayamu,” kata Raja Jalal – matanya melirik Ratu Jodha, “Bisa tenang sekarang bahwa Kerajaan Mughal dan aku telah aman sekarang.”

“Kau salah, Raja Jalal!” tukas Abul Mali, “Kau memang telah menangkapku, tapi kau tidak tahu siapa muridku itu kan? Jadi kau masih belum aman jika tidak bertindak hati-hati.” Semua orang bertanya pada pikiran masing-masing siapa mata-mata Abul Mali? Raja Jalal nyengir, seolah kekuasaannya tak terkalahkan siapapun, termasuk Abul Mali sekalipun. Ia menyatakan akan membuat Abul Mali merasakan neraka sebelum kematiannya tiba! Ia memerintahkan prajurit menyeret Abul Mali.

Ratu Jodha membatin, 'Kemarahan Baginda Jalal belum selesai. Bagaimana caranya aku memberitahunya jika Benazir adalah mata-mata Abul Mali yang sebenarnya?' Ratu Ruqaiya bergerak menyusul Raja Jalal, begitu pun Ratu Jodha. Ia memanggil-manggil Raja Jalal untuk membicarakan sesuatu. Raja Jalal menjawab bila ia tidak sedang ingin diganggu sekarang. Ratu Ruqaiya memaksa, sehingga Raja Jalal melotot dan menginstruksikan Ratu Ruqaiya untuk enyah dari hadapannya.

Melihat Ratu Ruqaiya mendapat semprotan seperti itu Ratu Jodha urung mengatakan sebenarnya. Meski begitu, Ratu Jodha tetap memaksakan untuk bicara dan mengaku akan menahan kemarahan Raja Jalal. Namun, hasilnya tetap sama, Raja Jalal tetap tidak mau bicara, meskipun Ratu Jodha sempat mengatakan bahwa mata-mata Abul Mali adalah Benazir. “Apa karena ia berasal dari harem Abul Mali?” tanya Raja Jalal, “Ada 19 pelayan lain yang berasal dari tempat yang sama dengan Benazir, apa aku harus mengawasinya juga? Dengar Ratu Jodha, aku lebih mengetahui tentang Benazir dibandingkan dirimu, karena aku lebih banyak menghabiskan waktunya dengannya dibandingkan dirimu.”

Ratu Jodha tercekat tak bisa bicara apapun. Raja Jalal kemudian memerintahkan prajurit untuk melakukan interograsi untuk Abul Mali secara ketat.

Selanjutnya baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 156.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sinopsis 'Jodha Akbar' Episode 155

0 komentar:

Post a Comment