Thursday, February 12, 2015

Sinopsis 'Jodha Akbar' Episode 263

Sebelumnya baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 262.

'Jodha Akbar' Episode 263

Sinopsis 'Jodha Akbar' episode 263

Usai perayaan Jalal tercenung sendirian di kamar. Dia langsung tampak ceria begitu Jodha datang. Apalagi, Jodha langsung memeluknya. Dielusnya punggung Jodha dan bertanya, “Ada apa?”

Jodha melepas pelukannya dan menerangkan kedatangannya untuk berterimakasih pada Jalal yang telah menyatukan rakyat, baik dari umat Hindu maupun Muslim. “Mulai sekarang, umat Hindu dan Muslim akan bisa saling menghargai merayakan perayaannya. Andai saja semua raja seperti Anda, pasti dunia damai selalu.”

“Bagaimana bisa? Mereka kan tidak punya istri sepertimu.” Pernyataan Jalal membuat Jodha tersenyum lebar. Jalal minta hadiah, yaitu Jodha memanggil namanya saja tanpa gelar. Jodha tidak setuju, karena wanita Rajput tak pernah memanggil suami dengan namanya saja. Jalal tersenyum. Dipeluknya Jodha lebih erat.

Keesokan harinya, Zakira membantu Jodha mencarikan kata-kata di dalam buku berbahasa Urdu. Dia menanyakan huruf apa yang Jodha cari? Bantuan itu membuat Jodha senang.

“Huruf A.”

“A artinya Alif. Kata pertama. Biar saya tunjukkan pada Anda.” Zakira menuliskan huruf Alif di selembar kertas dan memperlihatkannya pada Jodha. Jodha manggut-manggut mengerti dan minta ditunjukkan huruf K. Zakira pun menulisnya. Jodha minta lagi dituliskan huruf BA. Zakira tersenyum, karena bisa menebak kata apa yang mau ditulis Jodha. Dia menuliskan kata “Akbar” dan memperlihatkannya pada Jodha.

“Kata ini kan yang mau Anda tulis? Gelar yang rakyat berikan pada Jalal?”

Jodha mengiyakan dengan malu-malu karena sudah terkuak apa yang ingin ditulisnya. Zakira meminta Jodha menirukan dan memperbaiki apa yang sudah ditulisnya dengan tulisan tangan Jodha sendiri. Zakira pun pergi meninggalkan Jodha.

“Terus, bagaimana mengucapkan 'terimakasih' dalam bahasa Urdu? 'Sukriya'” Jodha bicara pada dirinya sendiri. Dia senyam-senyum sendiri melihat kertas bertuliskan kata Akbar dan mendekapnya di dada. Setelahnya disalinnya tulisan itu di kertas lain.

Selesai shalat, Jalal melihat Hamida sudah berdiri di belakangnya. Hamida mengecup kening Jalal dan mengucapkan kebanggannya padanya. “Andai saja Ayahmu masih hidup, tentu Beliau senang mengetahui kamu begitu dicintai rakyat.”

“Ini berkat bimbingan Ibu.”

Keharuan mulai menggelayuti perasaan Hamida yang merasa Gusti Allah telah mengabulkan doanya menjadikan Jalal sebagai raja hebat. Tak terasa air matanya meleleh. Jalal mengelap air mata Ibunya dengan tangannya dan meminta Ibunya tidak menangis, karena dirinya bahagia sekarang.

Di tengah keharuan Ibu-Anak ini, Jodha masuk. Mengetahui Hamida ada di sana, dia agak sedikit gugup. Dia berniat pergi, karena tidak tahu ada Hamida sedang bicara dengan Jalal. Tapi, Hamida menahannya, karena dia yang akan pergi. Hamida melirik Jalal yang lalu mengangguk. Hamida keluar.

Jodha mendekati Jalal dan memberikan pilinan kertas yang dipegangnya. Dia menyuruh dibuka nanti. Sayang, Jalal keburu melihatnya. Di kertas itu dia temukan satu kata: Akbar. Jodha beralasan itu hasil latihan tulisan tangannya, menuliskan gelar Jalal. Jalal memuji hasil usaha Jodha menyenangkan hatinya.

“Wanita Rajput kan tidak boleh memanggil nama suami mereka, tapi apa mereka diizinkan menuliskannya?”

“Ya, tentu saja.”

“Ratu Ruqaiya memanggilku dengan nama Jalal saja. Ingin sekali mendengar kamu juga memanggilku begitu. Dulu kamu juga panggil aku begitu, tapi sekarang kamu tidak mau?”

Jodha menundukkan wajahnya. Malu. Karena tidak bisa baca tulis, Jalal minta Jodha membacakan tulisannya sendiri (wah, kalau Jalal hidup hari ini bagaimana cara dia mengatasi kesulitan hidup tanpa bisa membaca?). “Apa tulisannya Jalal?”

Jodha mengatakan bahwa namanya yang satu lagi. Jalal menebak raja? Raja Jalal? Gemes Jodha mendengar tebakan Jalal. Disebutlah tulisan yang ada di kertas itu, “Raja Jalaludin Muhammad Akbar.” Jodha tertegun. Dia baru sadar telah menyebut nama suaminya. Jalal tersenyum. Jodha menyadari telah ditipu Jalal. Kemarahannya hilang begitu mengetahui bahwa Jalal tidak marah. Justru senang.

“Tapi, apa kamu tahu arti namaku?”

“Akbar artinya maha-besar, maha-kuasa, maha-mulia.”

Jalal lantas terdiam. Jodha heran melihat mimik wajah Jalal berubah serius. Jalal mengatakan, “Itu sudah seharusnya. Rakyat memberiku gelar itu sekaligus memberikanku tanggung jawab besar.” Jodha menenangkan Jalal, karena tidak ada yang perlu Jalal buktikan. Toh Jalal telah melakukan semuanya dengan baik.

Jalal memunggungi Jodha. “Tidak juga. Aku bukan anak yang baik, karena tidak bisa membantu Ibuku.” Jodha meletakkan tangannya di bahu Jalal. Memberinya penghiburan. Dia mengatakan kalau Jalal telah berusaha mencarinya. Dia meyakinkan kalau Jalal pasti akan menemukannya. Kata-kata penuh semangat itu membuat Jalal kembali ceria. “Aku pasti menemukannya, Ratu Jodha.”

Maham menemui Ratu Chand di tempat rahasianya. Ratu Chand tampak seperti gelandangan – pakaiannya compang-camping, tubuhnya juga tak terurus. “Kamu mengenaliku?” tanya Maham. Ratu Chand menatap Maham takut-takut. Maham mengulangi pertanyaan yang sama.

“Tentu saja, aku mengenalimu. Kamu kan putriku.”

“AKU BUKAN PUTRIMU!”

Suara Maham membuat Ratu Chand ketakutan. Dia tambah erat memegang bonekanya. Dia mengusir Maham, karena tidak mau menyerahkan putrinya. Maham kehabisan kesabaran. Dijambaknya rambut Ratu Chand, yang lalu memegangi kepalanya. Kesakitan. Maham keluar dari tempat rahasianya dan memerintahkan prajurit menutup pintu lagi. Sebelum pergi, Maham melihat ada goresan di dinding luar. Dia gelisah. Merasa seseorang ada yang tahu tempat itu. Siapa dia?

Sharifudin berada di tempat persembunyian Abu Mali. Dia mendengus lantaran Jalal makin   dicintai rakyat. Dia menyatakan tak tahan lagi ingin rebut takhta dari Jalal. Abu Mali mengatakan, “Hanya ada satu orang yang sanggup kalahkan Jalal. Seseorang yang sangat kuat dan kelemahan Jalal itu sendiri. Dia ibu tiri Jalal: Machuchak!”

Seorang wanita bercadar memacu kudanya dengan cepat di jalanan bersalju menuju ke sebuah tempat dimana terdapat beberapa prajurit berkumpul menghukum seorang pria tanpa baju yang tergantung dalam posisi terbalik. Si wanita bercadar turun dari kudanya. Orang-orang yang melihatnya menunduk, antara ketakutan dan hormat. Si pria minta ampun pada si wanita bercadar.

“Orang yang akan mati harus kita kabulkan keinginannya. Sayang, kamu meminta sesuatu yang tak bisa kukabulkan. Tak ada maaf. Tak ada ampun. Kamu harus tinggalkan dunia ini tanpa terpenuhi keinginan terakhirmu.” Dicabut belati dari sarungnya. Disayatnya dada pria itu, yang kemudian berteriak kesakitan minta ampun. Dipotong tali penggantung si pria sampai putus. Ketika si pria berada di atas salju, dia perintahkan prajuritnya memberikan kematian yang layak pada pria itu.

Prajurit yang diperintah segera mengambil pedang dari sarungnya dan cepat mengayunkannya mengenai tubuh pria itu. Darah memercik ke wajah prajurit. Si wanita bercadar membuka syal penutup wajah dan terbahak-bahak penuh kemenangan. “Jalal takkan pernah melupakan namaku: Machuchak!”

Selanjutnya baca: sinopsis 'Jodha Akbar' episode 264.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sinopsis 'Jodha Akbar' Episode 263

0 komentar:

Post a Comment